Dinsdag 01 April 2014

Standar Akuntansi Indonesia

STANDAR AKUNTANSI INDONESIA KELAS 4EB13 LISNAWATI 24210051 MIRA RUSMANITA 24210413 RISKA ANDRIANA 26210029 RIZQI PUTRIARIANI 26210200 RONY TRIYANTO ALEXS 29210166 UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 2014 1. Standar Akuntansi Indonesia 1.1 Standar Akuntansi Indonesia Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984. SAK di Indonesia menrupakan terapan dari beberapa standard akuntansi yang ada seperti, IAS,IFRS,ETAP,GAAP. Selain itu ada juga PSAK syariah dan juga SAP. Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini. Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).” Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan. Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK. Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK). Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia. 1.2 Due Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut : • Identifikasi issue untuk dikembangkan menjadi standar • Konsultasikan issue dengan DKSAK • Membentuk tim kecil dalam DSAK • Melakukan riset terbatas • Melakukan penulisan awal draft • Pembahasan dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK • Pembahasan dalam DSAK • Penyampaian Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak penerapan standar • Peluncuran draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya • Public hearing • Pembahasan tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing • Limited hearing • Persetujuan Exposure Draft PSAK menjadi PSAK • Pengecekan akhir • Sosialisasi standar Due Process Procedure penyusunan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang di atur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing. Due Process Procedure untuk pencabutan standar atau interpretasi standar yang sudah tidak relevan adalah sama dengan due process procedures penyusunan standar yang diatur dalam ayat 1 diatas tanpa perlu mengikuti tahapan due proses e, f, i, j, dan k sedangkan tahapan m dalam ayat 1 diatas diganti menjadi: Persetujuan pencabutan standar atau interpretasi. Terdapat 3 (tiga) tonggak utama sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia, yaitu : 1. Tahun 1973 à menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia, dengan mengkodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam buku “Prinsip Akuntansi Indonesia” (PAI) 2. Tahun 1984 à Komite PAI melakukan revisi secara mendasar atas PAI 1973 dan mengkodifikasikannya dalam buku “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” 3. Tahun 1994 à Komite PAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan mengkodifikasikannya dalam buku “Standar Akuntansi Keuangan” berlaku per 1 Oktober 1994 Sejak 1994, IAI memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan Standar Akuntansi Internasional (pengaruh globalisasi) Sejak 1994, IAI juga terus melakukan penyempurnaan standar yang ada serta penambahan standar baru dan interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 1.3 Sejak 1994 proses revisi SAK dilakukan sebanyak 5 (lima) kali sbb : 1. 1 Oktober 1995 2. 1 Juni 1996 3. 1 Juni 1999 4. 1 April 2002 5. 1 Oktober 2004 1.4 Buku Standar Akuntansi Keuangan 1 Oktober 2004 yang juga memuat : • Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah • SAK 1 Oktober 2004 • 59 PSAK beserta Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang melandasinya • 7 Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 1.5 Badan Penyusun Standar Akuntansi : 1. 1973 : Panitia Penghimpun Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS 2. 1974 – 1994 : Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (4 periode kepengurusan IAI)\1994 : Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK) 3. Pada Kongres ke 8 IAI tgl 23-24 Sept 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang diberi otonomi khusus utk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK 4. Sebagai pelaksanaan keputusan Kongres ke 8, juga dibentuk Dewan Konsultatif SAK yang anggotanya berasal dari lingkungan profesi akuntan dan non akuntan sebagai representasi users. 1.6 Kebijakan DSAK : • Mendukung program harmonisasi dan konvergensi yang diprakarsai oleh International Accounting Standards Board (IASB) à menyelaraskan PSAK dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) • Dalam menyusun SAK, mengacu pada IFRS dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan usaha di Indonesia Pengembangan SAK yang belum diatur dalam IFRS dilakukan dengan berpedoman pada Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, kondisi lingkungan usaha di Indonesia., dan standar akunta Konvergensi IFRS mengakibatkan perubahan standar akuntansi menjadi berbasis prinsip (principle based) bukan lagi berbasis aturan (rule based). Pengaturan berbasis prinsip ini bertujuan untuk memenuhi tujuan dari IFRS yaitu meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan laporan keuangan antar entitas secara global. Semakin aturan mengatur hal-hal detail, maka aturan tersebut akan semakin memiliki banyak celah. Hal ini mengakibatkan aturan akan menjadi semakin banyak lagi, untuk menutup celah-celah lain. Hal ini akan berbeda jika aturan berbasis prinsip. Pengaturan pada tingkat prinsip akan meliputi segala hal dibawahnya. Namun kelemahannya, akan dibutuhkan penalaran, judgement, dan pemahaman yang cukup mendalam dari pembaca aturan dalam menerapkannya. Analoginya sebagai berikut, ada suatu peraturan, Pengendara motor di jalanan wajib mengenakan helm. Pengendara mobil di jalanan wajib mengenakan sabuk pengaman Pengaturan yang berbasis aturan (rule based) ini akan memiliki celah untuk pengendara sepeda dan truk di jalanan. Oleh karena itu, pengaturan untuk pengendara sepeda dan truk dapat menggunakan analogi atas peraturan yang ada, atau dibuat pengaturan lagi unutk pengendara sepeda dan truk. Namun, jika menggunakan pengaturan yang berbasis prinsip, maka cakupan pengaturan akan menjadi lebih umum. Dalam kasus ini, prinsip dari pengaturan adalah, semua pengendara di jalan wajib mengenakan alat keselamatan. Dengan pengaturan berbasis prinsip ini, maka sudah jelas pengendara motor akan mengenakan helm – begitu juga dengan pengendara sepeda, dan pengendara mobil akan mengenakan sabuk pengaman – begitu juga dengan pengendara truk. Pengaturan berbasis prinsip ini memiliki cakupan yang lebih luas dibadingkan pengaturan berbasis aturan. Namun, pembaca aturan perlu memiliki penalaran yang baik untuk melakukan judgement. Dampaknya, bisa jadi intepretasi dan penalaran satu pembaca dengan pembaca lain akan berbeda-beda. Dalam kasus di atas, bisa jadi seseorang mengintepretasikan bahwa pengendara motor menggunakan helm full face sedangkan pengendara lain menggunakan helm biasa ditambah pelindung mata dan jaket kulit. Analogi di atas sangat serupa dengan kasus yang saat ini dihadapi oleh akuntan dan auditor di Indonesia. Sebagai contoh adalah intepretasi untuk properti investasi. Ada akuntan di suatu entitas yang menganggap bahwa tower BTS yang tidak digunakan sendiri masuk dalam kategori properti investasi. Sedangkan auditor menganggap bahwa tower BTS ini bukan merupakan properti investasi karena bukan merupakan bangunan (lihat pengaturan mengenai properti investasi di sini). Dalam hal ini, memang perbedaan persepsi terjadi karena permasalahan denfinisi bangunan. Satu pihak menganggap bahwa tower BTS masuk dalam kategori bangunan, namun pihak lain menganggap bahwa tower BTS bukan merupakan bangunan. Pengaturan akuntansi di Indonesia sebelum konvergensi IFRS merupakan pengaturan yang kebanyakan diambil dari US GAAP (standar akuntansi Amerika). US GAAP merupakan standar akuntansi yang rule based dan cukup powerful di negaranya. Hal ini dikarenakan standar ini memang diciptakan dengan tujuan untuk mengatur berbagai praktik akuntansi dan instrumen keuangan yang muncul di Amerika. Kita tahu bahwa amerika adalah negara yang perekonomiannya menggunakan liberalisme pasar (kapitalisme murni) yang mana perekonomiannya dikendalikan oleh pasar (entitas penjual dan pembeli). Supaya perekonomian dan sumber daya di Amerika dapat dikelola secara efektif dan efisien, maka entitas-entitas yang menguasai pasar ini harus dikendalikan. Pengendalian ini menggunakan standar akuntansi. Hal inilah yang menyebabkan Amerika memiliki pengaturan standar akuntansi yang rigid dan powerful untuk praktik di negaranya, dan enggan untuk melakukan konvergensi dengan IFRS (namun Amerika akhirnya setuju untuk konvergensi pada tahun 2014). Standar yang berbasis aturan mengakibatkan munculnya standar-standar akuntansi untuk industri tertentu. Beberapa contohnya standar akuntansi koperasi, akuntansi kehutanan, akuntansi perbankan, dan akuntansi penyelenggaraan jalan tol. Secara prinsip, terdapat kesamaan untuk standar-standar akuntansi tadi. Sebagai contoh, prinsip akuntansi untuk pengakuan dan pencatatan pendapatan, pengakuan dan pencatatan aset. Pengaturan secara aturan cenderung akan redundant dan dapat memunculkan banyak celah. Bahkan bisa jadi pengaturan ini bertentangan dengan aturan umum. Lex specialis legi generali. Karena saat ini standar akuntansi berbasis prinsip, maka diharapkan baik praktisi maupun akademisi di bidang akuntansi untuk sungguh-sungguh menguasai prinsip-prinsip akuntansi untuk melakukan judgement atas pencatatan transaksi. Hingga saat ini, masih banyak praktisi maupun akademisi yang masih menguasai akuntansi secara pragmatis. Konsep dan prinsip akuntansi tidak dikuasai dengan baik, yang dipentingkan hanyalah pemecahan praktis. Pola semacam ini harus segera ditinggalkan untuk menyambut era IFRS yang diawali pada tahun 2011 mendatang (penerapan 15 PSAK dan 7 ISAK baru). Penguasaan prinsip akuntansi dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan seperti misalnya, jika ada entitas produsen produk dairy yang memiliki ratusan sapi, yang mana sapi-sapi tersebut melahirkan anak-anak sapi. Jika belum ada pengaturan untuk aset-aset biologik (seperti IAS 41: Agriculture), akuntan dan auditor harus memiliki penguasaan prinsip akuntansi yang kuat untuk menentukan pencatatan anak-anak sapi tersebut. Contoh lainnya, jika entitas memiliki pohon jati. Pohon jati ini baru siap ditebang setelah umurnya 20 tahun (asumsikan saja selama itu). Pohon jati ini memiliki sifat aset (dikuasai lebih dari satu periode), namun juga memiliki sifat persediaan (pohon jati akan habis ditebang dan dijual). Dalam kasus ini, akuntan dan auditor harus menganalisis dengan tepat perlakuan untuk pohon jati, termasuk menentukan berapa nilai dari pohon jati yang dicatat. Masih banyak lagi permasalahan mengenai akuntansi, seperti penentuan jurnal dan akun untuk transaksi ekuitas, alokasi selisih revaluasi aset, dan banyak lagi yang lain. Di tingkatan paling dasar, akuntansi hanya masalah menjurnal dan menghitung, namun di tingkat yang lebih tinggi, akuntansi merupakan masalah menalarkan perlakuan transaksi menggunakan prinsip-prinsip. 2. Perubahan Standar Akuntansi 2.1 Perubahan Standar Akuntansi Indonesia Sampai Dengan Tahun 2008 perubahan standar akuntansi di indonesia sampai dengan tahun 2008 Indonesia telah memiliki sendiri standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Prinsip atau standar akuntansi yang secara umum dipakai di Indonesia tersebut lebih dikenal dengan nama Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). PSAK disusun dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia adalah organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia. IAI yang didirikan pada tahun 1957 selain mewadahi para akuntan juga memiliki peran yang lebih besar dalam dunia akuntansi di Indonesia. Peran tersebut seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah peran adalam rangka penyusunan standar akuntansi. Standar akuntansi yang di Indonesia dikenal dengan nama PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tersebut merupakan seperangkat standar yang mengatur tentang pelaksanaan akuntansi di dunia bisnis di Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tersebut mengatur perlakuan akuntansi secara menyeluruh untuk berbagai aktivitas bisnis perusahaan di Indonesia. Standar-standar tersebut selain ditujukan untuk mengatur perlakuan akuntansi dari awal sampai ke tujuan akhirnya yaitu untuk pelaporan terhadap pengguna, standar-standar tersebut juga meliputi pedoman perlakuan akuntansi mulai dari perolehan, penggunaan, sampai dengan saat penghapusan untuk setiap elemen-elemen akuntansi. Standar-standar tersebut juga mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian dan pelaporan atas keuangan perusahaan. IAI selaku penyusun standar akuntansi di Indonesia tidak tinggal diam dalam menghadapi perubahan-perubahan yang turut berimplikasi kepada dunia akuntansi. Beberapa kali revisi terhadap beberapa pernyataan telah dilakukan untuk menyesuaikan standar akuntansi yang dibuatnya. Revisi pertama dilakukan pada tahun 1973 dengan melakukan kodifikasi atas standar-standar akuntansi dalam bentuk Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Revisi berikutnya dilakukan pada tahun 1984 dengan hasilnya adalah revisi berupa Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Selanjutnya revisi dilakukan pada tahun 1994. Revisi pada tahun 1994 dilakukan secara total terhadap PAI 1984 dan hasilnya adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 1994. Dari revisi tahun 1994 IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi standar PSAK kepada International Financial Reporting Standard (IFRS). Selanjutnya harmonisasi tersebut diubah menjadi adopsi dan terakhir adopsi tersebut ditujukan dalam bentuk konvergensi terhadap International Financial Reporting Standard. Program konvergensi terhadap IFRS tersebut dilakukan oleh IAI dengan melakukan adopsi penuh terhadap standar internasional (IFRS dan IAS). Salah satu bentuk revisi standar IAI yang berbentuk adopsi standar international menuju konvergensi dengan IFRS tersebut dilakukan dengan revisi terakhir yang dilakukan pada tahun 2007. Revisi pada tahun 2007 tersebut merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju konvergensi dengan IFRS sepenuhnya pada tahun 2012. Skema menuju konvergensi penuh dengan IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan sebagai berikut: Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK; Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS; Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Revisi tahun 2007 yang merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI tersebut menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi yang ditujukan untuk konvergensi PSAK dan IFRS serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan PSAK baru. PSAK baru yang diterbitkan oleh IAI tersebut merupakan PSAK yang mengatur mengenai transaksi keuangan dan pencatatannya secara syariah. PSAK yang direvisi dan ditujukan dalam rangka tujuan konvergensi PSAK terhadap IFRS adalah: 1. PSAK 16 tentang Properti Investas 2. PSAK 16 tentang Aset Tetap 3. PSAK 30 tentang Sewa 4. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan 5. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran PSAK-PSAK hasil revisi tahun 2007 tersebut dikumpulkan dalam buku yang disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008.